Sabtu, 03 Juni 2017

Cedera disebabkan oleh Faktor Warming-Up dan Cooling Down


Cedera disebabkan oleh Faktor Warming-Up dan Cooling Down
1.      Faktor Warming-Up
Olahraga menjadi kenyataan yang penting dalam kehidupan manusia, hal ini disebabkan karena disamping menjadikan tubuh sehat olahraga dapat pula menjadikan harumnya nama bangsa maupun negara. Berolahraga pada umumnya melibatkan sekelompok otot maupun beberapa kelompok otot, yang pada gilirannya akan meninbulkan reaksi dari organ-organ tubuh untuk menyesuaikan diri. Proses penyesuaian diri tersebut akan sangat tergantung a) Stresor yaitu jenis aktivitas atau olahraga yang diiakukan, intensitas, waktu dan frekuensinya. b) Oganik yaitu factor-faktor yang dimiliki orang yang bersangkutan sehingga memberi kemungkinan untuk mencapai tingkat kemampuan penyesuaian fungsional yang lebih tinggi. c) Keadaan lingkungan termasuk di dalamnya ketinggian tempat tinggal, panas dan dingin.
Reaksi penyesuaian diri dapat berbentuk sebuah jawaban sewaktu dan atau jawaban adaptasi dari organ-organ tubuh. Jawaban sewaku merupakan perubahan fungsi fisiologis yang bersifat sementara. Perubahan-perubahan ini akan hilang dan kembali asal setelah aktivitas tubuh tersebut berhenti sedangkan jawaban adaptasi merupakan perubahan struktur atau fungsi fisiologis yang bersifat relatif lebih menetap. Memperhatikan tekad untuk membangun manusia sesuai dengan kodratnya yang terdiri atas jiwa dan raga maka persiapan sebelum melakukan kegiatan olahraga atau aktivitas fisik memerlukan persiapan baik jasmani maupun rohani, hal ini memungkinkan tidak akan terjadi cedera pada saat berolahraga karena adanya kesiapan sebelumnya. Persiapan-persiapan tersebut dapat berbentuk penguluran {stretching) dan pemanasan (warming-up).
Pemanasan yang biasa diiakukan sebelum latihan menyebabkan berbagai hal sebagai berikut:
1. Pelepasan adrenaline
2. Peningkatan denyut jantung
- Memungkinkan oksigen di dalam darah berjalan dengan kecepatan lebih besar.
- Peningkatan produksi cairan synovial.
- Gerakkan sendi lebih efisien
3. Pembesaran kapiler
- Memungkinkan oksigen di dalam darah berjalan pada volume yang lebih tinggi.
4. Peningkatan temperatur di dalam otot
5. Penurunan viskositas darah
6. Memudahkan aktivitas enzim
7. Elastisitas otot lebih besar
8. Peningkatan kekuatan dan kecepatan kontraksi
9. Peningkatan metabolisme otot
- Persediaan energi melalui penguraian glikogen
10. Peningkatan kecepatan penghantaran impuls syaraf

Penguluran dan pemanasan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mengadakan perubahan - perubahan fisiologis dalam tubuh dan menyiapkan organ-organ dalam untuk mengahadapai aktivitas tubuh yang lebih berat. Assmusen dan Boje (1945:10:1) merupakan orang pertama yang mengadakan penelitian yang berhubungan dengan kegunaan penguluran dan pemanasan. kemudian diikuti oleh penemuan-penemuan yang lain sehingga dapat memberikan jawaban tentang kegunaan penguluran dan pemanasan sebelum melakukan aktivitas yang lebih berat.
Pemanasan diperlukan oleh tubuh karena sistem yang ada bahwa tubuh selama istirahat memiliki inertia tertentu dan salah satu yang tidak dapat diharapkan adalah kenaikan efisiensi fungsi tubuh dengan segera. Kenaikan temperatur tubuh yang disebabkan karena pemanasan yang paling efektif adalah berkisar 2 - 3 °C atau sekitar 38 - 39 "C. Kenaikan temperature tubuh berasal dari panas yang dihasilkan oleh tubuh sebagai hasil dari metabolisme, setiap kenaikan 1 °C dapat mcningkatkan metabolisme sebesar 13 persen. Sumber utama panas adalah jaringan yang paling aktif yaitu: hati, kelenjar sekresi dan otot. Suhu masing-masing.
Jaringan dapat berbeda tergandung pada derajat aktivitas metabolismenya. kecepatan aliran darah dan perbedaan suhu dengan jaringan di sekitarnya. Menurut Karpovich (1956 : 1117 - 1119) stretching dan warming-up sangat dibutuhkan untuk menghindari terjadinya cedera otot dan sendi pada waktu melakukan aktivitas fisik yang berat sedan gkan menurut Klaf dan Arneim (1963:147) menyatakan bahwa dengan melakukan stretching dan warming-up sebelum melakukan olahraga yang melibatkan otot akan mengurangi terjadinya cedera hal ini disebabkan karena : a) terjadinya peningkatan suhu otot, b) teregangnya ikat sendi (ligament) dan c) aliran darah menjadi lancar. Menurut Devries (1962:222-229) peningkatan suhu tubuh dan otot akan memperbaiki penampilan hal ini disebabkan karena : a) otot akan berkontraksi dan berelaksasi lebih cepat. b) otot akan berkontraksi dengan lebih efisien karena viskositasnya lebih rendah, c) hemoglobin akan memberikan lebih banyak oksigen karena pelepasannya lebih mudah. d) proses metabolisme meningkat dan e) resistensi dinding pembuluh darah berkurang.
Menurut Fox dan Mathews (1981 440) meningkatnya temperature tubuh akibat pemanasan akan terjadi peningkatan-peningkatan : a) reaksi metabolisme meningkat, b) meningkatnya penggunaan oksigen menyebabkan sirkulasi darah meningkat, c) meningkatnya penghantaran impuis saraf sehingga kecepatan dan kekuatan kontraksi bertambah. Sedangkan menurut Jensen dan Schuits ( 1970 : 353 - 358) pemanasan yang
yang diiakukan dengan tepat akan memberikan pengaruh terhadap tubuh : a) koordinasi gerak menjadi lebih baik karena keleluasan gerak sendinya meningkat, b) terjadinya cedera otot dapat dihindari dan, c) membantu timbulnya second wind lebih awal terulama untuk olahraga yang memerlukan daya tahan. Menurut Lamb (1978 : 401) menyatakan bahwa seiain ditandai dengan meningkatnya suhu temperature tubuh pemanasan yang benar ditandai pula dengan meningkatnya ventilasi . Kenaikan ventilasi paru ini akibat kenaikan frekuensi pemapasan yang dalam keadaan istirahat berkisar antara 12-20 kali per menit, sedang dalam keadaan dapat mencapai 50 - 60 kali per menintnya. Ventilasi pada orang dewasa dalam keadaan istirahat 5- 8 liter per menit, sedangkan daiam keadaan olahraga berat yang berat ventilasi dapat meningkat sampai 130 liter per menil untuk wanita sedangkan untuk laki - laki dapat mencapai 180 liter per menit.
Pemanasan sebelum latihan atau berolahraga menyebabkan system saraf V pusat (CNS) akan terangsang sehingga koordinasi gerak dan reaksi gerak akan menjadi lebih baik. Brooks dan Fahey ( 1984 : 435 ) menyatakan bahwa setiap bentuk aktivitas fisik sebaiknya memuat adanya tiga komponen yaitu : a) pemanasan, b) inti dan c) pendinginan, dengan melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum latihan inti maka temperature tubuh akan meningkat dengan demikian akan memberikan keuntungan : a) proses metabolisme meningkat sehingga kecepatan kontraksi otot akan meningkat, b) curah jantung akan meningkat dan pembuluh darah akan melebar sehingga akan membantu mempercepat penyampaian oksigen ke jaringan dan viskositas darah menjadi menurun, c) sirkulasi darah dan oksigen meningkat sebelum latihan inti sehingga memungkinkan tersedianya oksigen di jaringan lebih cepat, dan d) mengurangi terjadinya cedera karena sudah terjadi kesiapan - kesiapan secara fisiologis untuk melakukan aktivitas.
tubuh sehingga berdampak pada : a) peningkatan metabolisme. b) resistensi dinding pembuluh darah akan berkurang sehingga membantu kecepatan aliran darah c) terjadinya peningkatan suhu tubuh dan menbantu keleluasaan gerak sendi sehingga memungkinkan penampilan lebih baik, berkurangnya terjadinya cedera/ sobekr^ya serabut otot. dan otot akan lebih siap menerima beban aktivitas yang lebih berat. Memiliki tingkat kelentukan otot - otot tubuh
yang lebih besar akan menguntungkan dalam banyak banyak hal, struktur yang membatasi kelentukan otot -otot adalah : a) tulang, b) otot, c) tendon dan d) ligamen maupun struktur lain yang berhubungan dengan kapsul sendi.
Peningkatan suhu otot dan darah setelah melakukan pemanasan akan memiliki kesiapan untuk melakukan aktivitas yang relatif lebih berat hal ini disebabkan karena : a) otot akan berkontraksi dan berelaksasi lebih cepat, b) otot akan berkontraksi lebih efisien karena viskositasnya lebih rendah c) hemoglobin akan lebih banyak memberikan 02 dan pelepasannya lebih mudah. Kenaikan suhu tubuh akibat pemanasan yang efektif dapat mencapai 2-3 °C menyebabkan proses metabolisme menjadi lebih cepat dan setiap
kenaikan 1 "C dapat meningkatkan metabolisme sebesar 13 persen sedangkan peran saraf pada persendian dapat meningkat 8 kali. Kenaikan suhu tubuh semacam ini sebagai hasil dari metabolisme yang sumber utama panasnya adalah jaringan yang paling aktif yaitu hati. kelenjar sekresi. dan otot. Suhu masing - masing jaringan dapat berbeda tergantung pada tingkat aktivitas metabolisme, kecepatan darah yang mengalir ke dalamnya. dan perbedaan suhu sekitar.
            Mengenai bentuk pemanasan dan lamanya pemanasan menurut Brooks dan Fahey ( 1984 : 436 ) menyatakan bahwa pemanasan tergantung dari jenis c^bang olahraga yang akan diiakukan, akan tetapi pada umumnya pertimbangan yang harus diiakukan yaitu penggunaan otot utama dalam aktivitas atau olahraga. Sedangkan intensitasnya mulai dari yang ringan ke berat, gerakannya dari yang sederhana ke yang komplek, dari ektrimitas atas ke bawah atau sebaliknya dari bawah ke atas. Hal ini disebabkan karena kira-kira 10 menit setelah berolahraga dengan intensitas khusus memerlukan pencapaian temperatur otot yang mantap, oleh karena itu pada waktu melakukan pemanasan sekurang - kurangnya membutuhkan waktu 10 menit dan yang paling tepat antara 20 sampai 30 menil. Intensitas yang paling tepat untuk mengetahui pemanasan sudah memasuki daerah latihan yaitu dengan mengetahui denyut nadi, pada intensitas sedang yaitu 60 persen dari denyut nadi maksimal, hal ini cukup untuk menaikkan temperatur otot akan tetapi tidak melelahkan.
Pemanasan secara umum terbagi menjadi 2 bentuk yailu pemanasan umum dan pemanasan khusus, pemanasan umum melibatkan sebagian kelompok otot yang secara fisiologis berdampak pada : a) meningkatnya temperature otot, b) meningkatnya kecepatan metabolisme, c) meningkatnya sirkulasi darah, d) memperlancar transport oksigen dan e) meningkatnya impuls saraf Pemanasan khusus meliputi gerakan-gerakan yang menyerupai dengan aktivitas yang scsungguhnya. MC Ardle (1981) dengan melakukan pemanasan dapat memperkecil terjadinya cedera karena : a) relaksasi otot akan lebih cepat, b) resistensi pembuluh darah menjadi lebih rendah, c) temperatur otot yang tinggi memungkinkan hemoglobin melepas oksigen lebih cepat sehingga otot lebih mudah menggunakan oksigen, d) pen^erahan motor unit dalam melakukan aktivitas lebih lancar dan penghantaran impuls saraf lebih cepat dan e) aliran darah ke jaringan
yang aktif lebih lancar hal ini memungkinkan penyediaan energi juga lebih lancar.
2.      Faktor Cooling Down/Pendinginan
Pendinginan yaitu mengurangi latihan secara bertahap sebelum latihan dihentikan. Pendinginan mencegah terjadinya pusing dengan menjaga aliran darah.Jika latihan yang berat dihentikan secara tiba-tiba, darah akan terkumpul di dalam vena tungkai dan untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya aliran darah ke kepala. Pendinginan juga membantu membuang limbah metabolik (misalnya asamlaktat dari otot), tetapi pendinginan tampaknya tidak mencegah sakit otot pada hari berikutnya, yang disebabkan oleh kerusakan serat-serat otot.Manfaat pendinginan sesudah olahraga ialah mencegah otot nyeri, kaku, dan kram. Juga mengurangi denyut jantung yang sebelumnya bekerja keras dan membantu tubuh menjadi lebih segar dari sebelumnya.

(PPC) latihan-latihan progresif

 
LATIHAN-LATIHAN PROGRESIF

A.Pengertian Latihan
latihan ialah proses pelatihan dilaksanakan secara teratur, terencana, menggunakan pola dan sistem tertentu, metodis serta berulang seperti gerakan yang semula sukar dilakukan, kurang koordinatif menjadi semakin mudah, otomatis, dan reflektif sehingga gerak menjadi efisien dan itu harus dikerjakan berkali-kali. Istilah latihan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yang dapat mengandung beberapa makna seperti: (a) practice, (b) exercises, dan (c) training.
Seseorang yang melakukan suatu aktivitas secara teratur, terencana, berulang-ulang dengan kian hari semakin berat beban kerjanya sering dinyatakan bahwa orang tersebut sedang melakukan latihan. Hal ini didasarkan pada pengertian training yang dijelaskan oleh Harsono (1988:101) bahwa “Training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan/pekerjaannya.”
Kemudian Giriwijoyo (1992:78) menjelaskan sebagai berikut: Latihan ialah upaya sadar yang dilakukan secara berkelanjutan dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan fungsional raga yang sesuai dengan tuntutan penampilan cabang olahraga itu, untuk dapat menampilkan mutu tinggi cabang olahraga itu baik pada aspek kemampuan dasar (latihan fisik) maupun pada aspek kemampuan keterampilannya (latihan teknik).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa latihan ialah suatu proses pemberdayaan diri melalui suatu aktivitas yang sistematis, berulang-ulang, dan kian hari kian menambah beban tugasnya. Dari beberapa istilah tersebut, setelah diaplikasikan di lapangan memang nampak sama kegiatannya, yaitu aktivitas fisik.
1). Practice adalah aktivitas untuk meningkatkan keterampilan (kemahiran) berolahraga dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan cabang olahraganya.
2). Exercises adalah perangkat utama dalam proses latihan harian untuk meningkatkan kualitas fungsi sistem organ tubuh manusia, sehingga mempermudah olahragawan dalam penyempurnaan geraknya.
3) Training adalah penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori dan praktek.
Berdasarkan ketiga pengertian di atas pada prinsipnya latihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan: kualitas fisik, kemampuan fungsional peralatan tubuh, dan kualitas psikis anak latih (Sukadiyanto, 2005: 1).

B.Prinsip-prinsip Latihan
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan prestasi atlet adalah penerapan prinsip-prinsip latihan dalam pelaksanaan program latihan. Hal ini disebabkan prinsip-prinsip latihan merupakan faktor yang mendasar dan perlu diperhatikan dalam pelaksanaan suatu program latihan. Harsono (1991:83) menyatakan:
Agar prestasi dapat meningkat, latihan harus berpedoman pada teori dan prinsip latihan. Tanpa berpedoman pada teori dan prinsip latihan yang benar, latihan seringkali menjurus ke praktek mala-latih (mal-practice) dan latihan yang tidak sistematis-metodis sehingga peningkatan prestasi sukar dicapai.
Tabel 1.
Tujuan Latihan Sesuai Usia (Sukadiyanto, 2005: 14)
Usia 6-10 Tahun



Membangun kemauan
Usia 11-13 Tahun


Menyenangkan
Pengayaan keterampilan
Usia 14-18 tahun

Belajar keterampilan
Penyempurnaan teknik
Peningkatan latihan
Dewasa

Persiapan peningkatkan latihan
Latihan khusus
Frekuensi kompetisi diperbanyak
Penampilan Puncak atau masa prestasi





Prinsip-prinsip latihan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Prinsip pemanasan tubuh (warming-up principle)
Pemanasan tubuh penting dilakukan sebelum berlatih. Tujuan pemanasan ialah untuk mempersiapkan fungsi organ tubuh guna menghadapi kegiatan yang lebih berat dalam hal ini adalah penyesuaian terhadap latihan inti.

2.     Prinsip beban lebih (overload principle)
Sistem faaliah dalam tubuh pada umumnya mampu untuk menyesuaikan diri dengan beban kerja dan tantangan-tantangan yang lebih berat. Selama beban kerja yang diterima masih berada dalam batas-batas kemampuan manusia untuk mengatasinya dan tidak terlalu berat sehingga menimbulkan kelelahan yang berlebihan, selama itu pulalah proses perkembangan fisik maupun mental manusia masih mungkin, tanpa merugikannya. Jadi beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan cukup bengis namun realistis yaitu sesuai dengan kemampuan atlet, serta harus dilakukan berulang kali dengan intensitas yang tinggi. Harsono (2004:9) menyatakan, “Beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah secara periodik dan progresif ditingkatkan.”

3.       Prinsip sistematis (systematic principle)
Latihan yang benar adalah latihan yang dimulai dari kegiatan yang mudah sampai kegiatan yang sulit, atau dari beban yang ringan sampai beban yang berat. Hal ini berkaitan dengan kesiapan fungsi faaliah tubuh yang membutuhkan penyesuaian terhadap beratnya beban yang diberikan dalam latihan. Dengan berlatih secara sistematis dan dilakukan berulang-ulang yang konstan, maka organisasi-organisasi sistem persyarafan dan fisiologis akan menjadi bertambah baik, gerakan yang semula sukar akan menjadi gerakan yang otomatis dan reflektif.

4.      Prinsip intensitas (intensity principle)
Perubahan-perubahan fungsi fisiologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih melalui suatu program latihan yang intensif yang dilandaskan pada prinsip overload dimana secara progresif menambah beban kerja, jumlah pengulangan serta kadar intensitas dari pengulangan tersebut. Harsono (2004:11) menyatakan, “Intensitas yang kurang dari 60%-70% dari kemampuan maksimal atlet tidak akan terasa training effect-nya (dampak/manfaat latihannya).

5.      Prinsip pulih asal (recovery principle)
Harsono (2004:11) menyatakan, “Perkembangan atlet bergantung pada pemberian istirahat yang cukup seusai latihan agar regenerasi tubuh dan dampak latihan bisa dimaksimalkan.” Dalam hal ini atlet perlu mengembalikan kondisinya dari kelelahan akibat latihan melalui istirahat.

6.       Prinsip variasi latihan
Latihan dalam jangka waktu yang lama sering menimbulkan kejenuhan bagi atlet, apalagi program latihan yang dilaksanakan bersifat jangka panjang. Oleh karena itu, latihan harus dilaksanakan melalui berbagai macam variasi sehingga beban latihan akan terasa ringan dan menggembirakan. Apalagi variasi latihan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan. Harsono (2004:11) menyatakan, “Untuk mencegah kebosanan berlatih, pelatih harus kreatif dan pandai menerapkan variasi-variasi dalam latihan.”

7.      Prinsip perkembangan multilateral
Harsono (2004:11) menyatakan, “Prinsip ini menganjurkan agar anak usia dini jangan terlalu cepat dispesialisasikan pada satu cabang olahraga tertentu.” Dalam hal ini sebaiknya anak diberikan kebebasan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas olahraga agar ia bisa mengembangkan dirinya secara multilateral baik dalam aspek fisik, mental maupun sosialnya.

8.      Prinsip individualisasi
Harsono (2004:9) menyatakan, “Agar latihan bisa menghasilkan yang terbaik, prinsip individualisasi harus senantiasa diterapkan dalam latihan.” Artinya beban latihan harus disesuaikan dengan kemampuan adaptasi, potensi, serta karakteristik spesifik dari atlet.

9.        Prinsip spesifik (specificity principle)
Prinsip ini mengisyaratkan bahwa latihan itu harus spesifik, yaitu benar-benar melatih apa yang harus dilatih. Harsono (2004:10) menyatakan, “Manfaat maksimal yang bisa diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi manakala rangsangan tersebut mirip atau merupakan replikasi dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut.”

C. Norma-Norma Pembebanan
Norma-norma pembebanan latihan meliputi volume, intensitas, interval dan densitas. Adapun pembahasan mengenai norma-norma pembebanan adalah sebagai berikut:
a. Volume
Dalam suatu latihan biasanya berisi drill-drill atau bentuk-bentuk latihan. Isi latihan atau banyaknya tugas yang harus diselesaikan ini disebut volume latihan. Tentang hal ini oleh Chu (1989:13) dijelaskan, “Volume is the total work performed is single work at session or cycle”. Sedangkan mengenai pentingnya volume latihan oleh Bompa (1993:57) dikatakan, “As an athlete approaches the stage of high performance, the overall volume training becomes more important”. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap latihan harus memperhatikan volume latihan selain dari intensitas latihannya.

b. Intensitas
Intensitas latihan oleh Moeloek (1984:12) dijelaskan, “Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan”. Kemudian Chu (1989:13) menyatakan, “Intensity is effort involved in performing a given task”. Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu.
Untuk mengetahui suatu intensitas latihan atau pekerjaan adalah dengan mengukur denyut jantungnya. Cara mengukur intensitas ini oleh Harsono (1988:115) dijelaskan, “Intensitas latihan dapat diukur dengan berbagai cara, diantaranya mengukur denyut jantung (heart rate)”. Selanjutnya Katch dan McArdle yang dikutip oleh Harsono (1988:116) menjelaskan:

1) Intensitas latihan dapat diukur dengan cara menghitung denyut jantung/nadi dengan rumus: denyut nadi maksimum (DNM) = 220 – umur (dalam tahun). Jadi seseorang yang berumur 20 tahun, DNM-nya = 220 – 20 = 200.

2)      Takaran intensitas latihan
a. Untuk olahraga prestasi: antara 80%-90% dari DNM. Jadi bagi atlet yang berumur 20 tahun tersebut takaran intensitas yang harus dicapainya dalam latihan adalah 80%-90% dari 200 = 160 sampai dengan 180 denyut nadi/menit.
b.Untuk olahraga kesehatan: antara 70%-85% daari DNM. Jadi untuk orang yang berumur 40 tahun yang berolahraga menjaga kesehatan dan kondisi fisik, takaran intensitas latihannya sebaiknya adalah 70%-85% kali (220 – 40), sama dengan 126 s/d 153 denyut nadi/menit.
Angka-angka 160 s/d 180 denyut nadi/menit dan 126 s/d 153 denyut nadi/menit menunjukan bahwa atlet yang berumur 20 tahun dan orang yang berumur 40 tahun tersebut berlatih dalam training sensitive zone, atau secara singkat biasanya disebut training zone.
3)      Lamanya berlatih di dalam training zone:
a.       Untuk olahraga prestasi: 45 – 120 menit
b.       Untuk olahraga kesehatan: 20 – 30 menit
  
c. Interval
Masa pulih atau recovery dari setiap penyelesaian suatu tugas adalah hal yang perlu diperhatikan karena menyangkut kesiapan tubuh umumnya dan otot-otot khususnya untuk menerima beban tugas berikutnya. Mengenai masa pulih ini, Brittenham yang diterjemahkan oleh Soepadmo (1996:12) menjelaskan sebagai berikut:
Adaptasi fisik terjadi pada saat istirahat, karena pada waktu itu tubuh membangun persiapan untuk gerakan berikutnya. Maka istirahat yang cukup akan memberikan hasil yang maksimal.
Jika anda terlalu giat berlatih dan tidak memberikan kesempatan tubuh beristirahat diantara tiap sesi latihan, maka anda akan mengalami kelelahan atau bahkan kemunduran.


d. Densitas
            Densitas merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kekerapan latihan dan merupakan frekuensi latihan yang dilakukan, diselingi waktu istirahat atau bisa disebut pula dengan kepadatan latihan, seperti 3 set  @ 25RM Squat = 75 kali, jadi kepadatannya adalah 75 kali Squat.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip latihan pada dasarnya mencakup prinsip spesifikasi, system energi, prinsip overload, dan prinsip pemanasan dan pendinginan. Prinsip spesifikasi berarti memiliki kekhususan sistem energi meliputi penggunaan energi, dan prinsip overload yang bekaitan dengan intensitas, frekuensi, dan durasi. Perlu diperhatikan pembuatan suatu program latihan haruslah berdasar pada prinsip-prinsip latihan agar program latihan berjalan sesuai dengan tujuan atau sasaran latihan tanpa mengalami overtraining.